Saturday, 3 August 2013

Bab 2 YESUS, SANG MUHAMMAD (Bagian 2 dari 3)

Kubah Batu : Eksposisi Pertama Teologi Islam?

Secara tradisional Kubah Batu telah dianggap sebagai sebuah manifestasi kemenangan dan superioritas Islam. Diselesaikan di tahun 691, sebelas tahun setelah kematian Muawiya, dan dibawah pemerintahan Abd al-Malik (685-705), bangunan peribadatan itu berisikan prasasti yang nampaknya diambil langsung dari dari Qur’an, walaupun dengan gaya yang tidak secara teratur. Inilah teks prasasti di poris tenggara dari arkad octagonal di dalam Kubah Batu. Penerjemah ke dalam bahasa Inggris, Estelle Whelan, telah menambahkan keterangan dalam tanda kurung yang menandakan dimana berbagai porsi dalam prasasti itu muncul (dan tidak muncul) dalam Qur’an ( untuk beberapa bagian minor dari ayat-ayat, penerjemah ke dalam bahasa Indonesia mengadaptasi dari terjemahan Inggris dan tidak secara literal mengambil dari terjemahan al Qur’an bahasa Indonesia demi mendekatkan pada teks asli dari buku ini):

 “Demi nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Tiada ilah selain Allah. Ia satu. Ia tidak memiliki sekutu” [ini adalah permulaan Sahadat].

“BagiNya segala kedaulatan dan bagiNya segala pujian. Ia mempercepat dan Ia memberi kematian; dan Ia mampu melakukan segala hal” [sebuah campuran dari QS 64:1 dan 57:2].

“Muhammad (atau bisa juga dibaca ‘Terpujilah’) hamba Allah dan utusanNya” [varian penutup dari Sahadat]

 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat (menebarkan berkat) untuk  Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” [QS 33:56 lengkap].

“Berkat dari Allah turun atas nya dan damai baginya, dan semoga Allah mengasihinya” [berkat, tidak ada dalam teks Qur’an]

 “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam, dan roh dariNya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasulnya dan janganlah mengatakan: “tiga”, berhentilah. Lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah adalah Ilah yang Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaanNya.  Cukuplah Allah menjadi Pembela.

Al Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak pula malaikat-malaikat yang terdekat. Barangsiapa yang enggan menyembahnya dan menyombongkan diri, kelak Allah akan mengumpulkan semua kepadaNya” [QS 4:171-172 lengkap]

"Ya Allah, berkatilah utusan dan hamba-Mu Isa putera Maryam " (kata seru memperkenalkan bagian berikut).

 “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadanya, pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali !” [QS 19:33 lengkap, namun ada perubahan dari orang pertama tunggal, aku, seperti yang tertera di Qur’an yang kita miliki, menjadi orang ketiga tunggal, ia, dalam prasasti ini].

 “Itulah Isa putera Maryam, (inilah) sebuah pernyataan kebenaran yang atasnya mereka berbantah-bantahan. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak. Kemuliaan hanya bagiNya. Apabila ia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya:”jadilah”, maka jadilah ia [QS 19:34-35 lengkap].

 “Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Ini adalah jalan yang lurus “ [QS 19:36 lengkap]

“Allah (sendiri) adalah saksi bahwa tiada Ilah selain Allah. Dan para malaikat dan orang-orang berilmu (juga adalah saksi).Menegakkan ciptaannya dalam keadilan, tiada Ilah melainkan Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesunggunya agama di sisi Allah (adalah) yang berserah (kepada kehendak dan bimbinganNya). Mereka yang (dulu) menerima Kitab berselisih paham hanya setelah pengetahuan datang atas mereka lewat pelanggaran di antara mereka. Barangsiapa yang tidak percaya wahyu-wahyu Allah (akan mengetahui bahwa) sesungguhnya Allah sangat cepat dalam hisab-Nya.
[QS 3:18–19 lengkap].


Prasasti lainnya di Kubah Batu, di bagian luar arkad, berbunyi demikian :

“Demi nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada Ilah lain selain Allah. Ia satu. Ia tidak memiliki sekutu” [permulaan syahadat].
“Katakanlah: Ia Allah, yang satu! Allah, tempat abadi bagi memohon  bagi segalanya! Ia tidak memperanakan, tidak pula ia diperanakan. Dan tiada yang setara denganNya” [QS: 112 lengkap kecuali pendahuluan basmallah].
“Muhammad (atau bisa diartikan ‘Terpujilah’) utusan Allah” [pelengkap syahadat].
“berkah Allah turun atasnya” [ucapan berkat].
“Demi nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada ilah lain kecuali Allah. Ia esa. Ia tidak memiliki sekutu. Muhammad ( atau bisa diartikan ‘Terpujilah’) utusan Allah” [syahadat secara utuh].

 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat (menebarkan berkat) untuk  Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” [QS 33:56 lengkap].

“Demi nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada ilah lain kecuali Allah. Ia satu” [permulaan syahadat].

 “Segala puji bagi Allah, yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaannya, dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. [Qs 17:111 lengkap, tapi tidak ada kata “dan katakanlah” seperti dalam Quran sekarang]

“Muhammad (terpujilah) utusan Allah” [pelengkap Syahadat], “berkat dari Allah turun atas nya dan para malaikat dan para nabinya, dan damai turun atasnya, dan semoga Allah mengasihaninya” [ucapan berkat].

“Demi nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada ilah lain kecuali Allah. Ia esa” [permulaan syahadat].

“Hanya Allahlah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu” [campuran QS 64:1 dan 57:2]

“Muhammad (terpujilah) utusan Allah” [pelengkap Syahadat], “berkat Allah turun atasnya. Semoga Dia menerima syafaatnya di Hari Penghakiman atas nama umatnya” [berkat dan doa].

“Demi nama Allah Pengasih dan Penyayang. Tiada Ilah lain selain Allah. Ia satu. Ia tidak memiliki sekutu. Muhammad (terpujilah) utusan Allah” [Syahadat lengkap], “Berkat Allah turun atasnya” [berkat]

“Hamba Allah abd [Allah Immam al-Ma’mun, Komandan / Pemimpin] kaum beriman, membangun kubah ini di tahun 2 dan 70. Semoga Allah menerima darinya dan puas dengannya. Amin, Tuhan semesta Alam. Pujian bagi Allah” [catatan di fondasi]. [27]

Bahan dasar Qur'an ini adalah pengesahan langsung awal keberadaan kitab – yang 60 tahun setelah pasukan Arab dikabarkan terinspirasi olehnya dan mulai menaklukan bangsa-bangsa tetangganya. Namun campuran bahan Quran dan non-Quran pada prasati itu sungguh janggal.  Apakah Muslim yang saleh akan benar-benar menulis sebuah prasasti yang menggabungkan materi-materi Qur’anik, yang mana mereka percayai sebagai firman Allah yang sempurna dan tidak bisa berubah, dengan materi-materi non-qur’anik yang merupakan kata-kata manusia belaka betapapun indahnya itu? Akankah Muslim yang percaya bahwa Qur’an adalah firman Allah yang sempurna dan tidak bisa berubah, berani mengubah kata-kata Qur’an “Kesejahteraan turun atasku, pada hari aku lahir, pada hari aku mati, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali!” (QS 19:33) menjadi seperti yang tertera di Kubah Batu “Kesejahteraan turun atasnya, pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali!” ? Perubahan ini tidaklah substansial, namun tetap mengubah kata-kata sempurna dari Allah, yang nampaknya akan meragukan kejujuran si penulis.

Demikian juga, penyajian materi dari seluruh kitab, meskipun secara tematis terkait, tetap saja mengundang kepenasaran. Jika para penulis prasasti bermaksudkan untuk mencakup semua pernyataan Al-Qur'an yang menghardik ajaran Trinitarian Kristen, ada beberapa kelalaian penting - terutama klaim bahwa "mereka tidak membunuhnya, tidak pula menyalibnya" (QS 4:157). Atau jika kekuatan utama dari tulisan ini adalah untuk menyangkal keilahian Kristus dan menegaskan kenabian Muhammad, tidak dituliskannya  ayat Al Qur'an dimana Yesus menubuatkan kedatangan Muhammad adalah aneh: "Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberikan kabar gembira seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad " (QS 61:6).

Mengingat begitu mulusnya percampuran antara materi Qur’anik yang disarikan dari keseluruhan kitab, dengan materi non Qur’anik di dalam prasasti Kubah Batu ini, beberapa cendikia, termasuk Christoph Luxenberg, telah mengemukakan bahwa siapapun yang menulis prasasti ini tidak mengutip dari Al-Qur’an yang telah ada. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa sebagian besar materi ini ditambahkan ke dalam Qur’an di kemudian hari pada saat teks-teks Qur’an disusun.

Tidak semua orang setuju, tentunya. Estelle Whelan, yang menulis dalam Journal of the American Oriental Society  di tahun 1998, berpendapat jika prasasti Kubah Batu ditemukan dalam Qur’an ternyata mendahului Qur’an, maka ayat-ayat itu akan dimasukan ke dalam Qur’an seperti apa adanya tertulis dalam bangunan itu: “Nampaknya sangat mungkin bahwa kombinasi dari frase QS 64:1 dan 57:2 diulang dua kali, awalnya adalah suatu pernyataan kesatuan yang kemudian ‘didekonstruksi’ dan digabungkan ke dalam bagian-bagian Qur’an yang berbeda.” Ia kemudian berpendapat bahwa Qur’an pastilah mendahului prasasti tersebut dan berfungsi sebagai sumbernya. [28]

Meskipun dua ayat muncul bersama-sama dengan sangat baik di Kubah Batu, mereka tidak keluar dari konteks mereka sebagaimana tertulis dalam Al Qur'an - tidak seperti ayat-ayat lain yang tampaknya
cukup jelas mengalami interpolasi (seperti yang akan kita lihat dalam Bab 8). Mungkin baik Kubah Batu dan Qur’an menggabungkan materi-materi dari sumber-sumber awal yang berisikan materi serupa dalam bentuk berbeda. Ditambah pula, jika ada sesuatu yang merupakan karakteristik dari literatur Islam awal, itu adalah pengulangan: Bahkan Qur'an itu sendiri, sesingkat itu (lebih pendek dari Perjanjian Baru), menceritakan banyak cerita lebih dari sekali
dan sering mengulangi frase. Namun semua pengulangannya merupakan cerita yang sama, entah itu tentang Musa dan Firaun, atau tentang penolakan Setan untuk membungkuk kepada Adam, berisikan variasi berbeda. Inilah apa yang kita bisa duga jika materi ini tersimpan lebih dalam bentuk pikiran para pujangga, nabi, dan otaror dari pada catatan tertulis.

Dengan demikian maka mungkin bahwa prasasti Kubah Batu mendahului Qur’an tetapi tidak berfungsi sebagai sumbernya, atau setidaknya sebagai sumber satu-satunya.  QS 64:1 dan 57:2 mungkin berasal dari sumber-sumber berbeda, bukan dari seseorang yang memutuskan untuk memisahkan apa yang muncul di prasasti Kubah Batu sebagai bacaan yang utuh.

Namun, apa yang paling tidak biasanya tentang prasasti Kubah Batu adalah prasasti ini mungkin tidak merujuk pada teologi Islam sama sekali. Pada awalnya mungkin pernyataan ini tampak ngawur. Namun, ketika prasasti itu bertujuan memperingatkan “Kaum berkitab” utamanya Yahudi dan Kristen, dan dalam konteks ini, hanya Kristen – jangan melampaui batas dalam agamamu” dengan mengklaim bahwa Yesus adalah Anak Allah, ini menegaskan pokok dari teologi Islam dan penegasan yang sering diulang-ulang Al-Qur'an.

Namun terdapat kesukaran gramatikal dengan penjelasan tradisional dari prasasti di atas. Ingat, kata Muhammad dalam bahasa Arab berarti “yang terpuji,” dan dengan demikian kata ini bisa merujuk pada sebuah gelar atau suatu nama perorangan.  Kata Al-Muhammad memang akan lebih tepat untuk menyatakan gelar “yang terpuji,” tetapi kata Muhammad di sini tanpa artikel al dapat berarti sebuah makna gerundif yang berarti “terpujilah,”  dan dengan demikian muhammad di sini berarti “ia yang terpuji.”

Christoph Luxenberg, seorang filolog, menjelaskan bahwa dalam konteks prasasti Kubah Batu, frasa yang diterjemahkan menjadi “Muhammad hamba Allah dan utusanNya” lebih tepat dipahami sebagai “terpujilah hamba Allah dan utusanNya.” Luxenberg memerincikan dengan rujukan terhadap tatabahasa Arab: “Dengan demikian, dengan menggunakan bentuk gerundif ini, teks di sini tidak berbicara tentang seseorang yang bernama Muhammad, yang nantinya dibuat secara metaforis menjadi nama yang dianalogikan sebagai nabi Islam.” [29]

Dengan menelusuri kasus ini lebih dalam maka dapat disimpulkan bahwa prasasti di sini merujuk bukan kepada sang nabi Arab sama sekali melainkan pada Isa putere Maryam sendiri, yang dalam prasasti tersebut disebut sebagai “utusan Allah,” “hamba bagi Allah,” dan akhirnya “utusanMu dan hambaMu.” [30]

Pada faktanya, keseluruhan prasasti tersebut membuat lebih logis lagi sebagai sebuah pernyataan literal dan teologis jika kit memahami Muhammad sebagai rujukan kepada Yesus [Penggalan pembacaan ulang prasasti di atas bermakna demikian : tiada ilah lain selain Allah, - yang menegaskan Yesus tidak bersifat ilahi, - Yang Terpuji / Terpujilah (Muhammadun, yang merujuk kepada Yesus, hanyalah) hamba Allah dan rasulnya - Penerjemah). Dengan demikian keseluruhan prasasti tersebut menyoal Yesus yang semata-mata hanyalah utusan Allah dan bukan anakNya. Adala janggal jika dengan tafsiran standar Islami, prasasti tersebut menyebutkan Muhammad yang intinya mengidentifikasikan dia sebagai utusan dari Allah dan hambaNya; kemudian tanpa penjelasan tiba-tiba isi cerita itu berpaling dari Muhammad kepada Yesus, yang juga menyebutnya sebagai seorang utusan juga dan hamba Allah, dan selurus sisa tulisan dari prasasti tersebut habis dengan mengoreksi Kristologi Kekristenan.

Jika prasasti tersebut tidak membicarakan tentang Nabi Islam atau mencerminkan teologi Islam, mengapa ia menantang keilahian Kristus? Mungkin prasasti tersebut dimaksudkan untuk menawarkan sebuah versi lain tentang teologi Kristen yang berbeda dari Kekristenan Roma Timur (Byzantium) dan Gereja Induk di Konstantinopel.

Pada saat Kubah Batu didirikan, Gereja Induk di Konstantinopel masih sedang kelabakan akibat perselisihan panjang selama seabad mengenai natur asali dari Kristus. Lima konsili ekumenikal telah diadakan untuk mendiskusikan aspek-aspek ini. Mereka yang mempercayai Yesus sebagai ciptaan, tetapi pula setengah ilahi, dikutuk di konsili pertama, dan diusir keluar menyeberang selat  Bosphorus dari Konstantinopel di konsili Nicaea pada tahun 325. Karena diskriminasi sistematis  yang mazhab-mazhab ini hadapi, banyak dari mereka meninggalkan Kekaisaran Byzantium dan berpindah menuju daerah-daerah di Timur. Dengan demikian maka mungkin bahwa prasasti Kubah Batu adalah ekspresi yang bertahan dari teologi kelompok Kristen yang dianggap bidah yang menganggap Yesus semata-mata sebagai utusan ilahi, bukan sebagai Anak Allah atau Penyelamat Dunia. [31]


Teologi spesifik dari kelompok semacam itu tidak datang kepada kita
dalam bentuk yang jelas sebagai kelompok bidah hasil dari ketidakpuasan terhadap teologi Kristen ortodoks yang dihasilkan dalam abad-abad tersebut. Namun itu mungkin dikarenakan karena faktor-faktor lain; ini mungkin sebuah usaha yang didorong secara politik menyoal kompromi teologis, seperti halnya monoteisme dalam Kekristenan; kompromi semacam itu tidak selaras benar dengan teologi grup-grup tertentu. Atau tidak dikenalnya kelompok ini hanya karena jauhnya kelompok ini dari pusat kekaisaran pada saat karya semacam itu dibuat, atau dengan grup yang secara gradual menyatu dengan komunitas monoteis non-kristen sampai suatu derajat dimana kebanyakan ciri khas Kristen dari grup itu terhapuskan.


Dengan demikian, prasasti Kubah Batu bisa jadi sebuah ekspresi dari teologi monoteisme Arab sederhana yang secara dalam berakar pada persepsi atas Kristus dan Kekristenan – yang menyoal pelemik dan penentangan terhadap klaim-klaim keilahian Kristus. Keterhubungan dengan perspektif Kristus ini membuat kita melihat bahwa prasasti Kubah Batu jauh dari Islam dalam bentuk yang jelas dan mudah dikenali sebagai agama dari Muhammad dan Qur’an. Sampai titik tersebut dalam sejarah, detil dari agama Islam tetap sukar dilacak dengan jelas.