Kubah Batu : Eksposisi Pertama Teologi Islam?
Secara
tradisional Kubah Batu telah dianggap sebagai sebuah manifestasi kemenangan dan
superioritas Islam. Diselesaikan di tahun 691, sebelas tahun setelah kematian
Muawiya, dan dibawah pemerintahan Abd al-Malik (685-705), bangunan peribadatan
itu berisikan prasasti yang nampaknya diambil langsung dari dari Qur’an,
walaupun dengan gaya yang tidak secara teratur. Inilah teks prasasti di poris
tenggara dari arkad octagonal di dalam Kubah Batu. Penerjemah ke dalam bahasa
Inggris, Estelle Whelan, telah menambahkan keterangan dalam tanda kurung yang
menandakan dimana berbagai porsi dalam prasasti itu muncul (dan tidak muncul)
dalam Qur’an ( untuk beberapa bagian minor dari ayat-ayat, penerjemah ke dalam
bahasa Indonesia mengadaptasi dari terjemahan Inggris dan tidak secara literal
mengambil dari terjemahan al Qur’an bahasa Indonesia demi mendekatkan pada teks
asli dari buku ini):
“Demi nama Allah, Pengasih dan Penyayang.
Tiada ilah selain Allah. Ia satu. Ia tidak memiliki sekutu” [ini adalah
permulaan Sahadat].
“BagiNya segala kedaulatan dan bagiNya segala
pujian. Ia mempercepat dan Ia memberi kematian; dan Ia mampu melakukan segala
hal” [sebuah campuran dari QS 64:1 dan 57:2].
“Muhammad (atau bisa juga dibaca ‘Terpujilah’) hamba
Allah dan utusanNya” [varian penutup dari Sahadat]
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat
(menebarkan berkat) untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya” [QS 33:56 lengkap].
“Berkat
dari Allah turun atas nya dan damai baginya, dan semoga Allah mengasihinya”
[berkat, tidak ada dalam teks Qur’an]
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui
batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang
benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan
kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam, dan roh dariNya. Maka berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-rasulnya dan janganlah mengatakan: “tiga”,
berhentilah. Lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah adalah Ilah yang Esa, Maha
suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaanNya. Cukuplah Allah menjadi Pembela.
Al
Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak pula
malaikat-malaikat yang terdekat. Barangsiapa yang enggan menyembahnya dan
menyombongkan diri, kelak Allah akan mengumpulkan semua kepadaNya” [QS
4:171-172 lengkap]
"Ya
Allah, berkatilah utusan dan hamba-Mu Isa putera Maryam " (kata seru
memperkenalkan bagian berikut).
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadanya, pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan
hidup kembali !” [QS 19:33 lengkap, namun ada perubahan dari orang pertama
tunggal, aku, seperti yang tertera di Qur’an yang kita miliki, menjadi orang
ketiga tunggal, ia, dalam prasasti ini].
“Itulah Isa putera Maryam, (inilah) sebuah
pernyataan kebenaran yang atasnya mereka berbantah-bantahan. Tidak layak bagi
Allah mempunyai anak. Kemuliaan hanya bagiNya. Apabila ia telah menetapkan
sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya:”jadilah”, maka jadilah ia [QS
19:34-35 lengkap].
“Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan
Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Ini adalah jalan yang lurus “ [QS 19:36 lengkap]
“Allah
(sendiri) adalah saksi bahwa tiada Ilah selain Allah. Dan para malaikat dan
orang-orang berilmu (juga adalah saksi).Menegakkan ciptaannya dalam keadilan,
tiada Ilah melainkan Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesunggunya
agama di sisi Allah (adalah) yang berserah (kepada kehendak dan bimbinganNya).
Mereka yang (dulu) menerima Kitab berselisih paham hanya setelah pengetahuan
datang atas mereka lewat pelanggaran di antara mereka. Barangsiapa yang tidak
percaya wahyu-wahyu Allah (akan mengetahui bahwa) sesungguhnya Allah sangat
cepat dalam hisab-Nya.
[QS
3:18–19 lengkap].
Prasasti
lainnya di Kubah Batu, di bagian luar arkad, berbunyi demikian :
“Demi
nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada Ilah lain selain Allah. Ia satu. Ia tidak
memiliki sekutu” [permulaan syahadat].
“Katakanlah:
Ia Allah, yang satu! Allah, tempat abadi bagi memohon bagi segalanya! Ia tidak memperanakan, tidak
pula ia diperanakan. Dan tiada yang setara denganNya” [QS: 112 lengkap kecuali
pendahuluan basmallah].
“Muhammad
(atau bisa diartikan ‘Terpujilah’) utusan Allah” [pelengkap syahadat].
“berkah
Allah turun atasnya” [ucapan berkat].
“Demi
nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada ilah lain kecuali Allah. Ia esa. Ia
tidak memiliki sekutu. Muhammad ( atau bisa diartikan ‘Terpujilah’) utusan
Allah” [syahadat secara utuh].
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya
bershalawat (menebarkan berkat) untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” [QS 33:56 lengkap].
“Demi
nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada ilah lain kecuali Allah. Ia satu”
[permulaan syahadat].
“Segala puji bagi Allah,
yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaannya, dan Dia
bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan
yang sebesar-besarnya. [Qs 17:111 lengkap, tapi tidak ada kata “dan katakanlah”
seperti dalam Quran sekarang]
“Muhammad (terpujilah) utusan Allah” [pelengkap Syahadat], “berkat dari Allah turun atas nya dan para malaikat dan para
nabinya, dan damai turun atasnya, dan semoga Allah mengasihaninya” [ucapan
berkat].
“Demi
nama Allah, Pengasih, Penyayang. Tiada ilah lain kecuali Allah. Ia esa”
[permulaan syahadat].
“Hanya Allahlah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian.
Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu”
[campuran QS 64:1 dan 57:2]
“Muhammad (terpujilah) utusan Allah” [pelengkap Syahadat], “berkat
Allah turun atasnya. Semoga Dia menerima syafaatnya di Hari Penghakiman atas
nama umatnya” [berkat dan doa].
“Demi nama Allah Pengasih dan Penyayang. Tiada Ilah lain selain
Allah. Ia satu. Ia tidak memiliki sekutu. Muhammad (terpujilah) utusan Allah”
[Syahadat lengkap], “Berkat Allah turun atasnya” [berkat]
“Hamba Allah abd [Allah Immam al-Ma’mun, Komandan / Pemimpin] kaum
beriman, membangun kubah ini di tahun 2 dan 70. Semoga Allah menerima darinya
dan puas dengannya. Amin, Tuhan semesta Alam. Pujian bagi Allah” [catatan di
fondasi]. [27]
Bahan
dasar Qur'an ini adalah pengesahan langsung awal keberadaan kitab – yang 60
tahun setelah pasukan Arab dikabarkan terinspirasi olehnya dan mulai menaklukan
bangsa-bangsa tetangganya. Namun campuran bahan Quran dan non-Quran pada
prasati itu sungguh janggal. Apakah Muslim
yang saleh akan benar-benar menulis sebuah prasasti yang menggabungkan
materi-materi Qur’anik, yang mana mereka percayai sebagai firman Allah yang
sempurna dan tidak bisa berubah, dengan materi-materi non-qur’anik yang
merupakan kata-kata manusia belaka betapapun indahnya itu? Akankah Muslim yang
percaya bahwa Qur’an adalah firman Allah yang sempurna dan tidak bisa berubah,
berani mengubah kata-kata Qur’an “Kesejahteraan turun atasku, pada hari aku
lahir, pada hari aku mati, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali!” (QS
19:33) menjadi seperti yang tertera di Kubah Batu “Kesejahteraan turun atasnya,
pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan
hidup kembali!” ? Perubahan ini tidaklah substansial, namun tetap mengubah
kata-kata sempurna dari Allah, yang nampaknya akan meragukan kejujuran si
penulis.
Demikian
juga, penyajian materi dari seluruh kitab, meskipun secara tematis terkait, tetap
saja mengundang kepenasaran. Jika para penulis prasasti bermaksudkan untuk
mencakup semua pernyataan Al-Qur'an yang menghardik ajaran Trinitarian Kristen,
ada beberapa kelalaian penting - terutama klaim bahwa "mereka tidak membunuhnya,
tidak pula menyalibnya" (QS 4:157). Atau jika kekuatan utama dari tulisan
ini adalah untuk menyangkal keilahian Kristus dan menegaskan kenabian Muhammad,
tidak dituliskannya ayat Al Qur'an dimana
Yesus menubuatkan kedatangan Muhammad adalah aneh: "Hai Bani Israel, sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat,
dan memberikan kabar gembira seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang
namanya Ahmad " (QS 61:6).
Mengingat
begitu mulusnya percampuran antara materi Qur’anik yang disarikan dari keseluruhan
kitab, dengan materi non Qur’anik di dalam prasasti Kubah Batu ini, beberapa
cendikia, termasuk Christoph Luxenberg, telah mengemukakan bahwa siapapun yang
menulis prasasti ini tidak mengutip dari Al-Qur’an yang telah ada. Sebaliknya,
mereka berpendapat bahwa sebagian besar materi ini ditambahkan ke dalam Qur’an
di kemudian hari pada saat teks-teks Qur’an disusun.
Tidak
semua orang setuju, tentunya. Estelle Whelan, yang menulis dalam Journal of the American Oriental Society di tahun 1998, berpendapat
jika prasasti Kubah Batu ditemukan dalam Qur’an ternyata mendahului Qur’an,
maka ayat-ayat itu akan dimasukan ke dalam Qur’an seperti apa adanya tertulis
dalam bangunan itu: “Nampaknya sangat mungkin bahwa kombinasi dari frase QS
64:1 dan 57:2 diulang dua kali, awalnya adalah suatu pernyataan kesatuan yang
kemudian ‘didekonstruksi’ dan digabungkan ke dalam bagian-bagian Qur’an yang
berbeda.” Ia kemudian berpendapat bahwa Qur’an pastilah mendahului prasasti
tersebut dan berfungsi sebagai sumbernya. [28]
Meskipun
dua ayat muncul bersama-sama dengan sangat baik di Kubah Batu, mereka tidak
keluar dari konteks mereka sebagaimana tertulis dalam Al Qur'an - tidak seperti
ayat-ayat lain yang tampaknya
cukup
jelas mengalami interpolasi (seperti yang akan kita lihat dalam Bab 8). Mungkin
baik Kubah Batu dan Qur’an menggabungkan materi-materi dari sumber-sumber awal
yang berisikan materi serupa dalam bentuk berbeda. Ditambah pula, jika ada
sesuatu yang merupakan karakteristik dari literatur Islam awal, itu adalah pengulangan:
Bahkan Qur'an itu sendiri, sesingkat itu (lebih pendek dari Perjanjian Baru),
menceritakan banyak cerita lebih dari sekali
dan
sering mengulangi frase. Namun semua pengulangannya merupakan cerita yang sama,
entah itu tentang Musa dan Firaun, atau tentang penolakan Setan untuk
membungkuk kepada Adam, berisikan variasi berbeda. Inilah apa yang kita bisa
duga jika materi ini tersimpan lebih dalam bentuk pikiran para pujangga, nabi,
dan otaror dari pada catatan tertulis.
Dengan
demikian maka mungkin bahwa prasasti Kubah Batu mendahului Qur’an tetapi tidak
berfungsi sebagai sumbernya, atau setidaknya sebagai sumber satu-satunya. QS 64:1 dan 57:2 mungkin berasal dari
sumber-sumber berbeda, bukan dari seseorang yang memutuskan untuk memisahkan
apa yang muncul di prasasti Kubah Batu sebagai bacaan yang utuh.
Namun,
apa yang paling tidak biasanya tentang prasasti Kubah Batu adalah prasasti ini
mungkin tidak merujuk pada teologi Islam sama sekali. Pada awalnya mungkin
pernyataan ini tampak ngawur. Namun, ketika prasasti itu bertujuan
memperingatkan “Kaum berkitab” utamanya Yahudi dan Kristen, dan dalam konteks
ini, hanya Kristen – jangan melampaui batas dalam agamamu” dengan mengklaim
bahwa Yesus adalah Anak Allah, ini menegaskan pokok dari teologi Islam dan
penegasan yang sering diulang-ulang Al-Qur'an.
Namun
terdapat kesukaran gramatikal dengan penjelasan tradisional dari prasasti di
atas. Ingat, kata Muhammad dalam bahasa Arab berarti “yang terpuji,” dan dengan
demikian kata ini bisa merujuk pada sebuah gelar atau suatu nama
perorangan. Kata Al-Muhammad memang akan
lebih tepat untuk menyatakan gelar “yang terpuji,” tetapi kata Muhammad di sini tanpa artikel al dapat berarti sebuah makna gerundif
yang berarti “terpujilah,” dan dengan
demikian muhammad di sini berarti “ia
yang terpuji.”
Christoph Luxenberg, seorang filolog, menjelaskan bahwa dalam
konteks prasasti Kubah Batu, frasa yang diterjemahkan menjadi “Muhammad hamba Allah dan utusanNya”
lebih tepat dipahami sebagai “terpujilah hamba Allah dan utusanNya.”
Luxenberg memerincikan dengan rujukan terhadap tatabahasa Arab: “Dengan
demikian, dengan menggunakan bentuk gerundif ini, teks di sini tidak berbicara
tentang seseorang yang bernama Muhammad, yang nantinya dibuat secara metaforis
menjadi nama yang dianalogikan sebagai nabi Islam.” [29]
Dengan menelusuri kasus ini lebih dalam maka dapat disimpulkan
bahwa prasasti di sini merujuk bukan kepada sang nabi Arab sama sekali
melainkan pada Isa putere Maryam sendiri, yang dalam prasasti tersebut disebut
sebagai “utusan Allah,” “hamba bagi Allah,” dan akhirnya “utusanMu dan
hambaMu.” [30]
Pada
faktanya, keseluruhan prasasti tersebut membuat lebih logis lagi sebagai sebuah
pernyataan literal dan teologis jika kit memahami Muhammad sebagai rujukan
kepada Yesus [Penggalan pembacaan ulang prasasti di atas bermakna demikian : tiada
ilah lain selain Allah, - yang menegaskan Yesus tidak bersifat ilahi, -
Yang
Terpuji / Terpujilah (Muhammadun, yang merujuk kepada Yesus, hanyalah) hamba
Allah dan rasulnya - Penerjemah). Dengan demikian keseluruhan prasasti tersebut
menyoal Yesus yang semata-mata hanyalah utusan Allah dan bukan anakNya. Adala
janggal jika dengan tafsiran standar Islami, prasasti tersebut menyebutkan
Muhammad yang intinya mengidentifikasikan dia sebagai utusan dari Allah dan
hambaNya; kemudian tanpa penjelasan tiba-tiba isi cerita itu berpaling dari
Muhammad kepada Yesus, yang juga menyebutnya sebagai seorang utusan juga dan
hamba Allah, dan selurus sisa tulisan dari prasasti tersebut habis dengan
mengoreksi Kristologi Kekristenan.
Jika
prasasti tersebut tidak membicarakan tentang Nabi Islam atau mencerminkan
teologi Islam, mengapa ia menantang keilahian Kristus? Mungkin prasasti
tersebut dimaksudkan untuk menawarkan sebuah versi lain tentang teologi Kristen
yang berbeda dari Kekristenan Roma Timur (Byzantium) dan Gereja Induk di
Konstantinopel.
Pada
saat Kubah Batu didirikan, Gereja Induk di Konstantinopel masih sedang kelabakan
akibat perselisihan panjang selama seabad mengenai natur asali dari Kristus.
Lima konsili ekumenikal telah diadakan untuk mendiskusikan aspek-aspek ini. Mereka
yang mempercayai Yesus sebagai ciptaan, tetapi pula setengah ilahi, dikutuk di
konsili pertama, dan diusir keluar menyeberang selat Bosphorus dari Konstantinopel di konsili
Nicaea pada tahun 325. Karena diskriminasi sistematis yang mazhab-mazhab ini hadapi, banyak dari
mereka meninggalkan Kekaisaran Byzantium dan berpindah menuju daerah-daerah di
Timur. Dengan demikian maka mungkin bahwa prasasti Kubah Batu adalah ekspresi
yang bertahan dari teologi kelompok Kristen yang dianggap bidah yang menganggap
Yesus semata-mata sebagai utusan ilahi, bukan sebagai Anak Allah atau
Penyelamat Dunia. [31]
Teologi
spesifik dari kelompok semacam itu tidak datang kepada kita
dalam
bentuk yang jelas sebagai kelompok bidah hasil dari ketidakpuasan terhadap
teologi Kristen ortodoks yang dihasilkan dalam abad-abad tersebut. Namun itu
mungkin dikarenakan karena faktor-faktor lain; ini mungkin sebuah usaha yang
didorong secara politik menyoal kompromi teologis, seperti halnya monoteisme
dalam Kekristenan; kompromi semacam itu tidak selaras benar dengan teologi
grup-grup tertentu. Atau tidak dikenalnya kelompok ini hanya karena jauhnya
kelompok ini dari pusat kekaisaran pada saat karya semacam itu dibuat, atau
dengan grup yang secara gradual menyatu dengan komunitas monoteis non-kristen
sampai suatu derajat dimana kebanyakan ciri khas Kristen dari grup itu
terhapuskan.
Dengan
demikian, prasasti Kubah Batu bisa jadi sebuah ekspresi dari teologi monoteisme
Arab sederhana yang secara dalam berakar pada persepsi atas Kristus dan
Kekristenan – yang menyoal pelemik dan penentangan terhadap klaim-klaim
keilahian Kristus. Keterhubungan dengan perspektif Kristus ini membuat kita
melihat bahwa prasasti Kubah Batu jauh dari Islam dalam bentuk yang jelas dan
mudah dikenali sebagai agama dari Muhammad dan Qur’an. Sampai titik tersebut
dalam sejarah, detil dari agama Islam tetap sukar dilacak dengan jelas.